Kamis, 29 Januari 2009

Leadership


MY LEADERSHIP
Rofinus Jas

I. Pengantar

Kepemimpinan adalah seni mengendalikan diri sendiri dengan orang lain untuk mencapai suatu tujuan, baik tujuan untuk diri sendiri maupun organisasi. Maka model kepemimpinanku adalah rendah hati. Mengapa? Karena sikap rendah hati merupakan salah satu keutamaan utama seorang pemimpin yang bijaksana dan arif. Sebab ciri khas sifat kepemimpinan yang rendah hati adalah, tidak sombong, ugahari serta mengenal kekurangan dan kelebihan dirinya. Jadi seorang pemimpin yang tidak bisa menunjukkan sikap atau karakter rendah hati, berarti ia belum mencapai kedamaian dengan dirinya sendiri atau ia menjadi seorang pemimpin yang sombong. Dengan demikian, seorang pemimpin yang rendah hati adalah seorang pemimpin yang mengenal dirinya sendiri secara baik dan benar, baik kelemahan maupun kelebihannya dan siap untuk melayani sesama. Oleh karena itu, dalam menggagas artikel model kepimpinan yang rendah hati ini, penulis mengajukan beberapa point-point penting yang berhubungan dengan model kepemimpinan yang rendah hati.

.

II. Uraian

2.1. Mengenal Diri Sendiri

Mengenal diri secara baik dan benar merupakan modal utama untuk menjadi seorang pemimpin yang baik. Sebab dengan mengetahui kelemahan dan kelebihan diri sendiri dengan baik, memudahkan seorang pemimpin bekerjasama dengan orang lain. Seorang pemimpin yang rendah hati biasanya memohon bantuan orang lain untuk melengkapi kekurangannya. Maka langkah pertama yang harus dikerjakan seorang pemimpin adalah meneliti diri sendiri secara baik dan benar menurut kategori kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya.

Kekuatan kepemimpinan yang rendah hati adalah:
Pertama, kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual merupakan kekuatan utama menjadi seorang pemimpin yang rendah hati. Seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan spiritual, biasanya dalam proses kepemimpinannya, ia selalu mengandalkan Tuhan yang pertama dan utama dalam kepemimpinannya. Ia menyertakan Tuhan dalam menentukan keputusan bukan semata mengandalkan dirinya sendiri. Seorang pemimpinan yang rendah hati, pasti selalu kontak dengan Tuhan dalam mengambil keputusannya. Maka keberhasilan dan kegagalan dalam kepemimpinannya, semua diserahkan sepenuhnya kepada penyelenggaraan Tuhan. Oleh karena itu seorang pemimpinan yang rendah hati, biasanya aktif dalam kegiatan rohani untuk menimba kekuatan spiritual. Kegiatan rohani tersebut diantaranya adalah, doa, meditasi, perayaan ekaristi, bacaan rohani, rekoleksi, retret, kamping rohani dan lain-lain. Semua kegiatan rohani tersebut, akan membangun kecerdasan spiritual bagi seorang pemimpin.
Kedua, kecerdasan intelektual. Kecerdasan intelektual juga merupakan faktor kekuatan kedua menjadi seorang pemimpin yang baik dan bijaksana. Kecerdasan intelektual tentu mencakupi bidang akademis yang memadai untuk menunjang proses kepemimpinan. Kemampuan dalam bidang filsafat dan teologi merupakan salah satu modal utama menjadi seorang pemimpin religius. Oleh karena itu, seorang pemimpin yang rendah hati terus belajar mendalami bidang filsafat dan teologi secara sungguh-sungguh. Selain itu segala bakat dan kemampuan yang dimilikinya dikembangkan secara maksimal, misalnya bakat berkotbah, menulis, musik, olahraga, menyanyi dan lain-lain. Semua potensi yang dimilikinya dikembangkan terus menerus sehingga menjadi sumber kecerdasan dalam kepemimpinannya.
Ketiga, kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional tentu berhubungan dengan kemampuan psikologis yang dimiliki seorang pemimpin yang rendah hati. Kecerdasan emosional berkaitan faktor psikis yang perlu dihindari dan dikembangkan sebagai seorang pemimpin. Maka seorang pemimpin yang rendah hati, pasti tidak mudah marah, tahan bating, tidak mudah putus asa, percaya diri, memiliki keberanian, tidak mudah tergoda dengan lawan jenis, konsisten pada visi misi dan lain-lain. Maka dengan mengenal gerakan emosional dengan baik, memudahkan seorang pemimpin untuk menjaga diri serta selalu waspada dalam kepemimpinannya.
Ketiga kecerdasan di atas, saya mencoba mempraktekannya ketika saya praktek pastoral di Paroki Teraju, Keuskupan Sanggau, Kalimantan Barat. Kebetulan pada waktu itu, empat bulan pertama saya bekerja sendiri, karena pastor paroki sakit dan opname di RKZ Surabaya. Saya bekerja sendiri tanpa ada sekertaris paroki, koster, tukang masak dan lain-lain. Hal ini bisa dimengerti karena paroki Teraju adalah paroki yang sangat miskin. Oleh karena itu, saya berusaha dengan rendah hati untuk belajar bersama umat di sana. Dalam bidang kerohanian, selain berusaha menimba nilai-nilai rohani lewat doa pribadi, saya juga dengan rendah hati belajar dari umat yang setia ikut doa di gereja atau lingkungan yang saya layani. Dalam bidang intelektual, selain belajar dari buku-buku, saya juga belajar dari umat yang lebih tahu tentang hidup paroki, misalnya ketua dewan paroki, ketua umat, mudika, misdinar dan lain-lain. Dalam bidang emosional, saya berusaha mengolah relasi dengan lawan jenis dengan baik dan benar karena saya sadar bahwa hal itu menjadi kelemahan saya.


2.2. Ciri-ciri Kepemimpinan Yang Rendah Hati.

Dari uraian di atas, nampak ada beberapa bentuk ciri-ciri sikap kepemimpinan yang rendah hati. Pertama, mau mendengar pendapat, saran dan menerima kritik dari orang lain. Contoh ketika saya parktek pastoral, saya pernah ditegur oleh seorang anak perempuan misdinar SD kelas VI, karena saya terlambat 5 menit menghadiri pertemuan misdinar waktu itu. Dia mengatakan kalau frater terlambat lagi, lain kali kami tidak mau hadir lagi ikut pertemuan misdinar. Setelah ditegur anak tersebut saya menjadi disiplin. Kedua, berani mengakui kesalahan diri sendiri dan berusaha memperbaikinya. Ketiga, rela memaafkan kesalahan orang lain. Memaafkan kesalahan merupakan ciri khas seseorang yang rendah hati. Orang yang rendah hati adalah orang yang sangat peduli dengan perasaan orang lain jika melakukan kesalahan. Bahkan dalam setiap agama dikatakan bahwa setiap orang harus mau mengampuni kesalahan orang lain, karena Tuhan juga mau mengampuni dosa-dosa kita. Keempat, lemah lembut dan pengendalian diri. Orang yang rendah hati adalah orang tidak pernah membiarkan emosinya tidak terkendali dan lepas kontrol. Kemarahan atau kekecewaan yang dirasakan senantiasa dapat dikendalikan sepenuhnya, dalam arti bukan diluapkan atau dilupakan, diacuhkan atau ditahan tetapi dilepaskan dengan pasrah.

2.3. Tipe Kemimpinan Yang Rendah Hati

Setelah point mengenal diri dengan baik dalam kepemimpinan, maka point berikutnya adalah bagaimana merealisasikan hal tersebut dalam kepemimpinan untuk melayani orang lain. Hal ini tentu berkaitan dengan karya pelayanan ke luar, entah sebuah organisasi maupun pribadi orang lain.


2.3.1. Melayani

Sikap kepemimpinan yang rendah hati, pasti memiliki karakter melayani. Sifat mau melayani dimulai dari dalam diri sendiri. Mau melayani menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Hal tersebut dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar untuk melayani orang lain. Sifat mau melayani berarti memiliki kasih dan perhatian kepada mereka yang dilayani. Kasih itu mewujud dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian dan harapan orang lain yang membutuhkan pelayanan kita. Jadi tipe seorang pemimpin yang rendah hati pasti tujuan utama kepemimpinannya adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya. Orientasinya adalah bukan untuk kepentingan diri pribadi maupun golongannya tetapi justru kepentingan publik yang dipimpinnya. Seorang yang rendah hati justru senantiasa mengutamakan kepentingan dan nilai yang lebih besar dibandingkan kepentingan pribadi ataupun golongannya.



2.3.2. Integritas

Seorang pemimpinan yang rendah hati, adalah seorang pemimpin yang rela berkorban, menciptakan kepercayaan dan penghormatan kepada orang yang dipimpinnya. Contoh konkret misalnya, ketika saya menjadi ketua komunitas Seminari Tinggi SVD thn 2005/2006. Saya berusaha membangun kepercayaan kepada setiap seksi atau komisi dalam menjalankan kegiatan komunitas. Saya percaya penuh kepada mereka. Saya tidak terlalu mencampuri urusan setiap seksi atau komisi. Saya hanya berusaha mengontrol dan sekaligus membangkitkan semangat mereka dalam setiap program kerja yang mereka buat.
Integritas berarti orang yang menyerahkan seluruh hidupnya demi karya pelayanan. Orang yang integritas pasti selalu menepati janji. Melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang katakannya, tidak menipu atau membohong, jujur mengatakan apa adanya. Integritas membuat kita dipercaya oleh orang lain. Integritas membuat orang lain mengandalkan kita. Orang yang memiliki sikap integritas, pasti banyak orang yakin sepenuhnya kepada kita karena mereka yakin bahwa kita akan membawa mereka menuju ke tujuan yang kita janjikan, sesuai visi dan misi yang hendak dicapai. Contoh figur yang penuh rendah hati dan penuh integritas dalam kemimpinannya adalah Ibu Theresa dari Kalkuta atau mungkin Paus Yohanes Paulus II.


2.3.3. Transformasi

Kepemimpinan yang rendah hati pada akhirnya mengarah kepada tujuan supaya orang yang dipimpinnya menjadi berkembang. Transformasi berarti apa yang kita miliki, keteladanan, loyalitas, rela berkorban, penuh empati, tanggung-jawab tersebut mempengaruhi orang yang dipimpinnya melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukannya. Dengan demikian, transformasi berarti merujuk pada pembangunan SDM kepada anggota tim yang dipimpinnya. Dengan demikian, sikap transformasi berarti seorang pemimpin yang mampu menggerakkan orang lain untuk melangkah maju. Orang yang rendah hati mampu mengajak orang lain keluar dari zona kenyamanan dan bergerak menuju tujuan mereka yang dipimpinya. Orang yang rendah hati mampu membangkitkan gairah, antusiasme kepada orang yang dipimpinnya. Jadi kepemimpinan rendah hati adalah seorang pemimpin yang mampu melakukan perubahan demi kebaikan yang lebih besar kepada orang yang dipimpinnya. Maka jika pemimpin menghendaki adanya kebutuhan akan perubahan, maka ia mengkomunikasikannya kepada orang yang dipimpinnya dan memberikan kepada mereka bahwa jika anda tidak berubah, anda tak akan berkembang.


2.3.4. Membangun Paradigma baru

Seorang pemimpin yang rendah hati adalah orang yang mampu mengubah paradigma baru atau cara berpikir baru kepada orang yang dipimpinnya. Contoh konkret yang saya alami ketika praktek pastoral. Hampir semua stasi di Paroki Teraju, Keuskupan Sanggau tidak biasa mengumpulkan kolekte setiap ibadat hari minggu atau doa-doa lingkungan lainnya. Mereka tidak mengerti apa tujuan dan makna teologis dari pemberian uang kolekte tersebut. Bahka ada yang mengatakan untuk apa kami memberikan uang kolekte, toh uang tersebut hanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan pastor. Akibatnya, mereka tidak biasa memberikan uang kolekte. Selain itu mereka juga memiliki cara berpikir pastorsentris. Semua kegiatan rohani adalah hak pastor, umat tidak memiliki hak apa-apa. Akibatnya banyak stasi yang tidak pernah ibadat hari minggu. Mereka hanya ibadat atau misa kalau ada pastor paroki atau frater yang turne.
Kami berusaha dengan pelan-pelan mengubah cara pandang mereka dengan sikap rendah hati. Sebab mereka pada umumnya tidak suka diperintah dengan cara yang tidak sesuai dengan budaya mereka. Ternyata dengan sikap rendah hati, akhirnya merubah cara pandang mereka bahwa kegiatan rohani juga adalah tanggung-jawab mereka bukan tugas pastor semata.






2.3.5. Pemimpin Yang Memiliki Visi dan Misi

Seorang pemimpin yang rendah hati adalah seorang pemimpin yang hidupnya selalu mengejar visi dan misi tujuan yang hendak dicapai. Ia tetap berkomitmen pada visi-misi tersebut sampai visi-misinya terpenuhi. Ia tidak tergoyah oleh berbagai macam tawaran yang mempengaruhi dirinya mengubah visi misinya. Ia terus mengejar apa yang hendak dicapainya, meskipun banyak tantangan yang dihadapinya, namun ia tetap setia pada komitmen visi dan misinya. Ia berani mengambil resiko apa pun, asalkan itu membawa manfaat bagi kehidupanya dan bawahannya. Visi dan misi seorang pemimpin rendah hati pasti memiliki keterarahan pada kebahagiaan hidup. Kebahagiaan hidup tidak hanya keutungan materi yang ia dapat tetapi makna hidup. Makna hidup yang paling penting bagi seorang yang rendah hati adalah kebahagiaan kekal.


2.3.6. Pemimpin Yang Mendengarkan Hati Nurani

Seorang pemimpin yang rendah hati adalah seorang pemimpin yang selalu mengunakan cahaya batin dalam kepemimpinannya. Orang memiliki cahaya batin dalam kepimpinan, tentu ia menekankan kejujuran dan mengutamakan keadilan. Ia tahu benar mana yang benar dan salah dalam mengambil keputusan dalam kepemimpinannya. Ia berani berkorban mengalahkan egonya sendiri dan mengutamakan prinsip yang lebih tinggi.
Hati nurani menjadi patokan dalam mengambil keputusan. Ia pasti berupaya menumbuhkembangkan pikiran terbuka, selalu ingin tahu dan membersihkan diri dari prasangka; menunjukkan rasa hormat dan cinta mendalam terhadap sesama dan selalu mengutamakan kebaikan yang lebih besar. Ia pasti dikenal baik hati oleh bawahanya. Baik hati dalam arti bahwa dia selalu menunjukkan rasa hormat terhadap bawahannya, memiliki jiwa sosial dan suka membantu orang lain.


III. Kesimpulan

Pemimpin yang rendah hati adalah seorang pemimpin menggambarkan ketinggian budi dan mutu hidupnya. Semakin bermutu hidupnya, semakin ia rendah hati. Benar-benar ibarat padi, semakin berisi semakin merunduk.
Bagian yang paling penting yang harus disentuh oleh seorang pemimpin adalah hati. Seorang pemimpin yang baik dan rendah hati, biasanya selalu berusaha menyentuh hati bawahannya. Orientasi kepemimpinan rendah hati adalah melayani kepentingan orang lain yang dipimpinnya. Ia juga selalu membangun SDM orang-orang dipimpinnya, penuh integritas, memiliki kasih dan perhatian kepada mereka yang dipimpinnya, bersifat transformasi, mampu mengubah paradigma baru orang yang dipimpinya dan akhir memiliki visi dan misi yang memiliki keterarahan pada kebahagiaan sejati. Wujudnya adalah kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian dan harapan organisasi atau pribadi yang dipimpinnya.
Dengan demikian, seorang pemimpin yang rendah hati adalah seorang pemimpin yang mengenal dan memahami diri dengan baik. Ia tahu kelemahan diri dan mengakui keunggulan orang lain. Inilah yang disebutkan dengan kepemimpinan yang rendah hati. Sebab menurut pengalaman saya, rendah hati adalah pintu pertama untuk menemukan kebijaksanaan hidup seorang pemimpin, baik untuk memimpin diri sendiri maupun memimpin orang lain. Orang yang rendah hati pasti ia akan mau belajar dari orang lain dalam kepemimpinannya. Ia tidak sombong. Ia justru bersyukur atas kehadiran orang lain dalam hidupnya

































Daftar Pustaka

Covey, Stephen R., The 8th Habit: Melampui Efektivitas, Menggapai Keagungan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006.
Beth Jones, Laurie., Jesus Chief Executive Officer (Menciptakan Kepemimpinan Visioner Dengan Kebijaksanaan 2000 Tahun Yang Lalu, Jakarta: Mitra Utama, 1997.
Ellis, William D., Cobalah Bicara Kepada Diri sendiri, dalam buku Sukses $ Prestasi; Mengenal Energi Yang Tersembunyi di Dalam Diri, Vo. 3, Jakarta: Mitra Utama, 2003.
Goleman, Daniel., dkk, Primal Leadership: Kepemimpinan Berdasarkan Kcerdasan Emosi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004.
Prijosaksono, Aribowo., dan Hartono, Ping., Being an Achiever is not Enough-Make Yourself a Leader 5 Prinsip Mengembangkan Kepemimpinan, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2002.
http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2002/02/3/man01.html) (Akses 19/10-08)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar